SEJARAH NABI MUHAMMAD SAW
Kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Nabi Muhammad SAW
adalah putra dari Abdullah Bin Abdul Mutholib Bin Hasyim Bin Abdul Manaf Bin
Qushoi Bin Hakim Bin Murroh Bin Ka’ab Bin Luai Bin Bholib Bin Fihr Bin Malik
Bin An Nadhir Bin Kinanah Bin Huzaimahbin Mudrikah Bin Ilyas Bin Mudhor Bin
Nizar Bin Ma’ad Bin Adnan.
Kelahiran
Rasulullah SAW dilahirkan di tengah keluarga Bani Hasyim di Makkah pada Senin
pagi, tanggal 12 Rabi’ul-Awwal, permulaan tahun dari peristiwa gajah, dan empat
puluh tahun setelah kekuasaan Kisra Anusyirwan, atau bertepatan dengan tanggal
20 atau 22 bulan April tahun 571 M, berdasarkan penelitian Muhammad Sulaiman
Al-Manshurfury dan peneliti astronomi, Mahmud Basya.
Setelah Aminah
Binti Wahab Binti Abdul Manaf Binti Zuhro Binti Abdul Hakim Bin Murroh
melahirkan, dia mengirim utusan ke tempat kakeknya, Abdul Muththalib, untuk
menyampaikan kabar gembira tentang kelahiran cucunya. Maka Abdul Muththalib
membawa beliau ke dalam Ka’bah, dia memilihkan nama Muhammad bagi beliau. Nama
ini belum pernah dikenal di kalangan Arab. Beliau dikhitan pada hari ketujuh,
seperti yang biasa dilakukan orang-orang Arab.
Wanita pertama
yang menyusui beliau setelah ibundanya adalah Tsuwaibah, hamba sahaya Abu
Lahab, yang kebetulan sedang menyusui anaknya yang bernama Masruh, yang sebelum
itu wanita ini juga menyusui Hamzah bin Abdul- Muththalib. Setelah itu dia
menyusui Abu Salamah bin Abdul-Asad Al-Makhzumy.
Menjelang
Kelahiran Nabi Muhammad adalah keturunan Nabi Ismail -nabi dengan 12 putra yang
menjadi cikal bakal bangsa Arab. Para nenek moyang Muhammad adalah penjaga
Baitullah sekaligus pemimpin masyarakat di Mekah, tempat yang menjadi tujuan
bangsa Arab dari berbagai penjuru untuk berziarah setahun sekali. Salah seorang
yang menonjol adalah Qusay yang hidup sekitar abad kelima Masehi. Tugas Qusay sebagai penjaga ka'bah adalah
memegang kunci ('hijabah'),
Ketika lanjut usia, Qusay
menyerahkan mandat terhormat itu pada pada anak tertuanya, Abdud-Dar. Dan anak
keduanya adalah Abdul Manaf yang lebih disegani warga. Anak Abdul Manaf adalah
Muthalib, serta si kembar siam Hasyim dan Abdu Syam. Anak-anak Abdul Manaf
mencoba merebut hak menjaga Baitullah dari anak-anak Abdud-Dar yang kurang
berwibawa di masyarakat. Pertikaian senjata nyaris terjadi.
Hasyim lalu menikahi Salma binti Amr
dari Bani Khazraj -perempuan sangat terhormat di Yatsrib atau Madinah. Mereka
berputra Syaibah (yang berarti uban) yang di masa tuanya dikenal sebagai Abdul
Muthalib -kakek Muhammad. Inilah ikatan kuat Muhammad dengan Madinah, kota yang
dipilihnya sebagai tempat hijrah saat dimusuhi warga Mekah. Selah Syaibah wafat
kemudian digantikan Abdul Muthalib dan dimakamkan di Mekah. Warga Mekah sempat
menyangka Syaibah sebagai budak Muthalib, maka ia dipanggil dengan sebutan
Abdul Muthalib.
Peristiwa besar
yang terjadi di masa Abdul Muthalib adalah rencana penghancuran Ka'bah. Seorang
panglima perang Kerajaan Habsyi (kini Ethiopia) yang beragama Nasrani, Abrahah,
mengangkat diri sebagai Gubernur Yaman setelah ia menghancurkan Kerajaan Yahudi
di wilayah itu. Ia terganggu dengan reputasi Mekah yang menjadi tempat ziarah
orang-orang Arab. Ia membangun Ka'bah baru dan megah di Yaman, serta akan
menghancurkan Ka'bah di Mekah. Abrahah mengerahkan pasukan gajahnya untuk menyerbu
Mekah.
Menjelang
penghancuran Ka'bah terjadilah petaka tersebut. Qur'an menyebut peristiwa yang
menewaskan Abrahah dan pasukannya dalam Surat Al-Fil. "Dan Dia mengirimkan
kepada mereka "Toiron Ababil", yang melempari mereka dengan batu-batu
cadas yang terbakar
Pada masa itu,
Abdullah putra Abdul Muthalib telah menikahi Aminah. Dalam
perjalanan pulang dari Syria, Abdullah jatuh sakit dan meninggal di Madinah. Muhammad lahir setelah ayahnya meninggal. Ia dilahirkan di rumah kakeknya -tempat yang kini
tak jauh dari Masjidil Haram.
Bayi itu dibawa
Abdul Muthalib ke depan Ka'bah dan diberi nama Muhammad yang berarti
"terpuji". Suatu nama yang tak lazim pada masa itu. Konon, Abdul
Muthalib sempat hendak memberi nama bayi itu Qustam -serupa nama anaknya yang
telah meninggal. Namun Aminah -berdasarkan ilham-mengusulkan nama Muhammad itu.
Dari Gembala ke
Manajer
Beberapa hari, ia
disusui oleh Tsuaiba -budak paman Muhammad, Abu Lahab, yang juga tengah
menyusui Hamzah -paman lainnya yang seusia Muhammad. Kemudian ia diserahkan
pada Halimah, perempuan miskin dari Bani Saad yang mencari pekerjaan sebagai
Ibu susu.
Saat Muhammad
berusia enam tahun, Aminah sang ibu membawanya ke Madinah menengok keluarga dan
makam Abdullah, sang ayah. Mereka ditemani budak Abdullah, Ummu Aiman, menempuh
jarak sekitar 600 km bersama kafilah dagang yang menuju Syam.
Saat pulang,
setiba di Abwa -37 km dari Madinah-Aminah jatuh sakit dan meninggal. Muhammad
pun yatim piatu. Ia diasuh Abdul Muthalib. Namun, sang kakek juga meninggal saat
Muhammad berusia 8 tahun. Muhammad lalu tinggal di rumah Abu Thalib -anak
bungsu Abdul Muthalib yang hidup miskin. Kehidupan sehari-hari Muhammad adalah
menggembala kambing. Pada usia 12 tahun, Muhammad diajak pamannya berdagang ke
Syam.
Berkat ketulusan
dan kelurusan hatinya, Muhammad remaja mendapat sebutan Al-Amien, "yang
dapat dipercaya", dari orang-orang Mekah. Ia juga disebut-sebut terhindar
dari berbagai bentuk kemaksiatan yang acap timbul dari pesta. Setiap kali
hendak menyaksikan pesta bersama kawan-kawannya, Muhammad selalu tertidur.
Sedangkan ketajaman intelektual serta nuraninya terasah melalui hobinya
mendengarkan para penyair.
Satu peristiwa
penting yang jarang dikisahkan adalah bergabungnya Muhammad pada Gerakan Hilfil
Fudzul. Sebuah gerakan untuk memberantas kesewenangan di masyarakat dan
melindungi yang teraniaya. Peristiwa itu terpicu oleh perampasan barang milik
pedagang asing yang tiba di Mekah oleh Wail bin Ash. Zubair bin Abdul Muthalib
mengajak keluarga Hasyim, Zuhra dan Taym untuk menegakkan kembali kehormatan
kota Mekah. Mereka berikrar di rumah Abdullah bin Jud'an untuk membentuk
gerakan tersebut. Pada usia 20-an tahun, Muhammad aktif dalam Hilfil Fudzul
itu. Ia ikut menyelamatkan gadis dari Bani Khais'am yang diculik Nabih bin Hajaj
dan kawan-kawan.
Saat Muhammad
berusia 25 tahun, Abu Thalib melihat peluang usaha bagi keponakannya. Ia tahu
pengusaha terkaya di Mekah saat itu, Khadijah, tengah mencari manajer dan menawarkan gaji
berupa dua ekor unta muda, atas sepersetujuan Muhammad, Abu Thalib menemui
Khadijah meminta pekerjaan tersebut serta minta
gaji dinaikkan menjadi empat ekor unta. Khadijah setuju.
Untuk pertama
kalinya Muhammad memimpin kafilah menyusuri jalur perdagangan utama Yaman -
Syam melalui Madyan, Wadil Qura dan. Di kafilah
itu Muhammad dibantu oleh perempuan budak Khadijah yaitu Maisarah. Bisnis
tersebut sukses besar mendapat keuntungan yang
belum pernah mampu diraih misi-misi dagang sebelumnya.
Khadijah terkesan
atas keberhasilan Muhammad. Laporan Maisarah memperkuat kesan tersebut. Maka, benih
cinta pun perlahan bersemi di hati pengusaha terkaya di Mekah yang hidup
menjanda itu.
Bersama Siti
Khadijah
Bersama Khadijah,
Muhammad digambarkan sebagai seorang berperawakan sedang. Tidak kecil dan tidak
besar. Rambutnya hitam berombak dengan cambang lebar. Matanya hitam, roman
mukanya seperti selalu merenung. Muhammad inilah
yang dipertimbangkan Khadijah sebagai suaminya.
Saat itu Khadijah
binti Khuwailid berusia 40 tahun -15 tahun lebih tua dibanding Muhammad. Ia pengusaha
ternama di Mekah. Bisnisnya menjangkau wilayah Syria -daerah yang menjadi
persimpangan antara "Jalur Sutera" Cina-Eropa dengan jalur
Syria-Yaman. Ia cantik, lembut namun sangat disegani masyarakatnya. Orang-orang
Mekah menjulukinya sebagai "Ath-Thahirah" (seorang suci) dan
"Sayyidatul Quraish" (putri terhormat Quraish)." Khadijah dan
Muhammad sama-sama keturunan Qushay.
Khadijah lalu
menyampaikan keinginan menikah tersebut pada Muhammad, melalui Nufaisa
-sahabatnya. Muhammad sempat gamang. Ia tidak punya apa-apa untuk menikah.
Namun kedua belah pihak keluarga mendukung mereka. Dengan mas kawin 20 unta,
Muhammad menikahi Khadijah. Paman Khadijah, Umar bin Asad menjadi wali.
Pada usianya yang
terbilang tua, Khadijah masih melahirkan enam anak. Dua anak pertama, Qasim dan
Abdullah meninggal selagi kecil. Empat putri mereka tumbuh hingga dewasa.
Zainab yang sulung dinikahkan dengan keponakan Khadijah, Abul'Ash bin Rabi'.
Ruqaya dan Ummi Khulthum dinikahkan dengan kakak-adik putra Abu Lahab, paman
Muhammad, yakni Uthba' dan Uthaiba. Setelah
ajaran Islam turun, Abu Lahab meminta anak-anaknya menceraikan anak-anak
Muhammad kemudian Fatimah dinikahkan dengan Ali.
Muhammad mendapat
penghormatan besar saat renovasi Ka'bah. Saat itu Ka'bah telah retak. Lokasinya
di cekungan perbukitan batu, membuat Ka'bah selalu menjadi sasaran banjir di
musim hujan. yang memulai penghancuran ka’bah yaitu Walid bin Mughirah. Ka'bah dibangun kembali hingga setinggi 18 hasta atau
sekitar 11 meter. Pintunya ditinggikan dari tanah sehingga aman dari banjir.
Enam tiang berderet tiga-tiga dipancangkan.
Kemudian muncul
persoalan, yakni untuk menempatkan Hajar Aswad. Abu Ummayah bin Mughira dari
Bani Makhzum, mengajukan usul. Urusan penempatan Hajar Aswad agar diserahkan
pada orang pertama yang masuk ke pintu Shafa itu ternyata Muhammad Al-Amien.
Menjelang Wahyu
Tiba
Menjelang Wahyu
Tiba, Mekah memang tampak tenang. Penduduk bekerja seperti biasa terutama bila
menghadapi kesulitan datang ke Ka'bah untuk menyembah dan menyerahkan sesaji
pada arca-arca. Ada 300-an arca, arca terbesar yaitu Hubal berbentuk laki-laki
yang terbuat dari batu akik.
Di perkampungan
di luar Mekah, tiga berhala sangat didewakan. Mereka dinamai
Lat, Uzza dan Manat. Ketiganya adalah patung berwujud perempuan. Penyembahan
berhala yang tidak masuk akal dan tidak merubah prilaku masyarakat itu kemudian
diam-diam penolakan terhadap berhala mulai terjadi. Hal tersebut
nyata, pada saat penyembahan itu beberapa orang menyelinap pergi. Mereka adalah
Waraqah bin Naufal, Zaid bin Amr, Usman bin Huwairith serta Ubaidullah bin
Jahsy. Mereka berupaya mencari kebenaran yang dapat memuaskan dahaga rohani dan
pikirannya.
Ubaidullah sempat masuk Islam dan
ikut hijrah ke Mesir, namun ia memutuskan tinggal di sana dan berganti agama
menjadi Kristen. Istrinya, Ummu Habiba, tetap memeluk Islam dan dinikahi
Rasulullah SAW setelah Khadijah wafat. Sepanjang
bulan Ramadhan, setiap tahun, Muhammad selalu berada di Gua Hira 6 km di Utara
Mekah sering mengasingkan diri di sana sendirian dengan hanya membawa sedikit
bekal. Hati dan pikirannya bergolak mencari kebenaran, sampai terjadilah
peristiwa itu.
Saat itu Muhammad
berusia 40 tahun. Pada malam yang diyakini sebagai tanggal 17 Ramadhan, 610
Masehi, 'seseorang' yang kemudian diketahui sebagai Malaikat Jibril,
mendatanginya di Gua Hira saat ia tertidur. Malaikat itu
mendesaknya. "Bacalah," katanya. "Aku tak bisa membaca,"
kata Muhammad. "Bacalah," seru malaikat itu lagi dengan tangan seraya
mencekik Muhammad. "Apa yang akan kubaca?" tanya Muhammad pula.
Selanjutnya, Malaikat itupun
menuntunnya untuk membaca ayat-ayat yang kemudian disebut sebagai wahyu pertama
bagi Muhammad SAW. "Bacalah! Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan.
Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah. Dan Tuhanmu Maha Pemurah.
Yang mengajarkan dengan pena. Mengajarkan manusia apa yang belum
diketahuinya..."
Muhammad gemetar.
Ia segera berlari menuruni gunung, pulang menjumpai Khadijah. Khadijah pun
membimbing Muhammad, menyelimutinya di pembaringan, serta membesarkan hati
suaminya dengan kata-kata.
"Wahai putra pamanku (cara Khadijah memanggil
Muhammad), bergembiralah dan tabahkan hatimu. Demi Dia pemegang kendali hidup
Khadijah, aku berharap engkau (Muhammad) akan menjadi Nabi atas umat ini. Allah
sama sekali tak akan mempetolokkanmu, sebab engkau yang mempererat tali
kekeluargaan, jujur dalam kata-kata; kau yang mau memikul beban orang lain,
menghormati tamu dan menolong mereka yang dalam kesulitan atas jalan yang
benar."
Malam itu, jarum waktu telah bergerak. Muhammad
telah ditunjuk sebagai Rasul -detik-detik yang memungkinkan kebenaran tersebar
ke seluruh jagad hingga sekarang. Juga yang membuat para pelaku keonaran dan
kemaksiatan terus memusuhi Muhammad SAW. Wahyu yang Allah turunkan ini berisi kumpulan syari’at yang menghapus
syariasyariat sebelumnya. Beliau berhijrah kemadinah setelah berusia 5 tahun
dan tinggal disana selama 10 tahun. Pada usia 63 beliau wafat. Semoga Allah
selalu melimpahkan sholawat dan salam kepada beliau dan keluarganya.
Post a Comment